Minggu, 06 April 2014

Selfie, Fenomena Tahun 2014

Fenomena Selfie merupakan salah satu fenomena paling booming tahun ini. Sedemikian fenomenalnya, sehingga Oxford Dictionaries pun menasbihkannya sebagai Word of the Year. “If it is good enough for the Obamas or The Pope, then it is good enough for Word of the Year”, begitu yang ditulis di situs resmi Oxford Dictionaries menyoal Selfie sebagai Word of the year. Memang, foto narsis oleh Barrack Obama hingga Paus Francis beberapa waktu lalu sempat mendongkrak kepopuleran “Selfie”.
Apa itu selfie? Selfie adalah foto hasil memotret diri sendiri, biasanya dengan smartphone atau webcam, lalu diupload ke social media.

Selfie sesungguhnya bukan hal baru. Foto diri oleh Robert Cornelius tahun 1839, diyakini sebagai Selfie pertama di dunia. Foto tersebut kini ditempatkan di Library of Congress, Washington. Di Indonesia sendiri, kita telah sering melihat foto-foto selfie sejak facebook mulai banyak dipakai. Tentu anda juga sering melihatnya, foto diri orang berpose “Duckface”, alias memonyong-monyongkankan bibir, konon supaya terlihat seksi.

Tapi mengapa sih orang suka foto Selfie?

Dr Pamela Rutledge, Psikolog asal Boston mengungkapkan bahwa dalam Selfie: “We see ourselves alive and dynamic, a person in progress.” (bbc.co.uk). Gambar memang mengungkapkan sejuta cerita. Daripada menulis status “berangkat kerja”, lebih dinamis untuk memotret diri ketika hendak berangkat kerja, bukan? Begitu kira-kira motivasinya. Lalu ketika foto tersebut di upload, ada yang memberikan “like”, atau komentar-komentar positif, itu merupakan mood booster juga, bukan?

Dr Rutledge juga menjelaskan, manusia pada dasarnya suka mencoba identitas-identitas baru, dan Selfie mengakomodasi kesenangan tersebut. Selfie tells other people how we want to be seen. Sebagaimana kita sering menemukan seseorang yang gemar berfoto Selfie, sekali foto bisa puluhan, tapi tidak semuanya di publish, hanya beberapa foto yang ia sukai saja. Sehingga tak jarang pula yang menuduh kaum Selfie sebagai ‘haus perhatian’.

Kemunculan Selfie mania ini juga tidak dapat dilepaskan dari perkembangan teknologi. Bisa anda bayangkan repotnya berfoto Selfie bila tidak ada kamera depan di smartphone? Bisa diakali pakai cermin, atau nekat memotret dengan kamera belakang, tapi dengan kamera depan, jauh lebih praktis dan mudah. Instagram, sosial media khusus fotografi mencatat terdapat sedikitnya 23 Juta foto dengan tag “Selfie”, dan 51 Juta foto dengan tag “Me”.

Tidak ada yang salah dengan “Selfie”. Orang bebas melakukan apapun yang ia suka, selama tidak melanggar hak orang lain. Namun demikian, tetap ada masalah yang mungkin timbul. Misalnya, kepopuleran Selfie semakin meningkat, apalagi Obama juga telah melakukannya. Kita tahu, politisi kita kadang suka latah meniru strategi-strategi Obama yang konon tokcer. Nah, saya akan merasa sangat terganggu apabila di kemudian hari menemukan spanduk dan baliho politisi kita dengan model “Selfie”. Ampun, membayangkannya saja sudah mual. (Saya harap politisi dan caleg-caleg membaca hasil penelitian-penelitian iklan politik di Indonesia. Kebanyakan masih berpendapat bahwa iklan di Televisi masih merupakan cara yang paling ampuh. Jadi tak perlu lah mengotori pemandangan dengan spanduk-spanduk itu..)
Masalah lain yang mungkin timbul, soal konsumerisme, bahwa tiba-tiba anda merasa kamera HP anda sudah tidak mumpuni lagi, pixelnya kurang gede, kurang tajam dan sebagainya, padahal ujung-ujungnya ya cuma buat motret diri sendiri, di ruangan yang itu-itu saja. hehe.
Yang harus disadari terkait Selfie adalah: internet merupakan dunia maya yang terus menerus berkembang. Perilaku penggunanya belum bisa ditebak dengan jitu. Banyak orang jahil di dalamnya! Sekali anda mengupload foto ke Internet, sebaiknya anda relakan ketika ada yang mengambilnya, menyimpannya, bahkan mengeditnya seenak jidat, untuk dipublish lagi. Keisengan masyarakat maya sesungguhnya sulit dikontrol!

Juga wajib diingat bahwa secara kultur, kita masih sulit menerima orang yang terlalu suka menonjolkan diri sendiri. Walaupun sepertinya kultur di dunia maya bisa saja berbeda dengan realita keseharian.
AKhir kata, semoga di akhir periode pemerintahannya, Pak Presiden SBY tidak ikut-ikutan foto Selfie seperti Obama.



Sabtu, 05 April 2014

6 Kesalahan Sistem Pendidikan di Indonesia

Assalamu'alaikum sobat semua..., kali ini ane mau berbagi tentang fakta-fakta tentang kurangnya sistem pendidikan di Indonesia. Selamat Membaca!

1. Terlalu Fokus pada Sistem Hafalan.
            
Sejak kecil kita sudah dibiasakan untuk menghafal suatu materi pelajaran. Contoh pelajaran matematika. Sejak SD kita sudah dibiasakan untuk menghafal rumus-rumus yang cukup rumit tanpa kita diberitahu darimana rumus itu berasal. Hal inilah yang menyebabkan banyak siswa tidak paham dengan materi yang diajarkan. Siswa hanya didorong untuk mengingat, menyimpan dalam memori dan menghafal berbagai kata dan kalimat standar dengan tujuan mendapat hasil baik ketika ujian, baik ujian dikelas maupun ujian nasional. Padahal apa yang tertulis dalam segala materi pelajaran belum tentu tepat dan mungkin perlu redesign atau peninjauan ulang melalui pembahasan materi lebih teliti, juga sebagian besar adalah merupakan klasifikasi, materi dan bahan-bahan menurut paradigma berfikir barat yang Sekuler.

2.Lupa atau Sangat Kurang Penempaan Ketrampilan Dan Keahlian Kedua Tangan

Kesalahan fatal dalam sistem pendidikan di Indonesia adalah tidak menghargai pekerjaan dan ketrampilan tangan, termasuk pelatihan kerja. Siswa hanya diberi materi-materi tertulis di buku maupun materi-materi yang didikte, tetapi jika disuruh menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari tidak mampu, sebabnya kenapa? Karena siswa tidak didorong untuk menghasilkan karya nyata atas apa saja materi yang ditawarkan. Materi lifeskill amat kurang daripada materi menghafal dan tulisan sehingga hanya meluluskan nilai-nilai tertulis bukan nilai-nilai yang terimplementasikan dalam sebuah aktivitas.

3.Pelajar Tidak Terlatih Mengamati Alam

Salah satu kekeliruan terbesar dunia pendidikan kita adalah alam semesta telah terusir dan terpangkas menjadi pelajaran-pelajaran buku teks ilmu alam,bukan pelajaran tentang bagaimana mengamati, mengklasifikasi, meneliti dan mengobservasi alam secara langsung.Membenamkan teks dan kalimat bukan meneliti apalagi mengobservasi, tidak lebih hanyalah sebuah permainan kata-kata yang tidak bermakna dan penuh dengan kegiatan pembenaman kalimat-kalimat kedalam benak anak didik. Maka yang dihasilkan adalah manusia-manusia yang hanyalah sekedar meringkas, mencontek, mengeja, mengekor dan menjiplak hasil karya ilmiah yang dihasilkan oleh peneliti dan pengeksplorasi asing tanpa kita bisa menghasilkan individu-individu andal dibidang ilmu alam.

4.Sistem Pendidikan Penuh Tes Tertulis

Kesalahan terbesar dari sistem pendidikan di Indonesia adalah ujian pelajaran ditetapkan dengan tes tertulis bukan tes lapangan. Pelajar disibukkan dengan ulangan tertulis, otaknya penuh dengan kata, kalimat, angka dan peristiwa juga fakta-fakta yang mesti dibenamkan kedalam otaknya.
Maka pelajar kita hanya disiapkan untuk menjadi manusia ensiklopedia bukan manusia yang siap hidup dan berkarya nyata. Apakah teks-teks yang terdapat dalam buku pelajaran bisa menghidupi dirinya? TIDAK. Dia hidup dengan kedua tangannya dan kedua kakinya, bukan fakta-fakta dalam otaknya.
Sayang sekali kalau milyaran neuron otak dimanfaatkan hanya untuk menyimpan huruf-huruf mati.. Kenapa mesti lulus dengan nilai-nilai hasil ujian tertulis bukan ujian praktek maupun ujian pengamatan observasi ataupun ujian keolahragaan fisik.

5.Amat Kurangnya Sekolah Kejuruan

Kesalahan fatal berikutnya adalah terlalu banyaknya sekolah umum mata pelajaran tulis  dan sangat kurang sekolah ketrampilan dan keahlian khusus. Padahal negara ini amat sangat kurang manusia-manusia berketrampilan teknik dan spesifik, malahan yang lebih dibudidayakan adalah manusia-manusia kalimat yang sibuk merangkai- rangkai huruf. Salah satu sebab keadaan negara saat ini limbung adalah manusianya yang tidak bisa menciptakan pekerjaan bagi diri sendiri, tidak tahu apa yg akan dilakukan dgn ijazah tulisbacanya. Alhasil negara perlu uluran tangan teknisi asing dan bergantung pada kemurahhatian investor asing dalam membenahi ekonomi sosial negara.
Bagaimana bisa menerapkan ekonomi kerakyatan berbasis bangsa sendiri kalau sistem pendidikan hanya mencetak lulusan tulis baca? Bagaimana bisa membangun ekonomi politik mandiri jika sekolah kita menghasilkan lulusan para pemburu mejakursi kantoran bukannya lulusan pencipta kerja? Bagaimana bisa keluar dari krisis kalau bangsa ini hanya ditempat duduk, mendengar, tulis, hafal dan tes tulisan? Padahal Negara ini lebih butuh action dan acting yang penuh aktivitas kreatif inovatif dalam gerak dan aktivitas berkarya menghasilkan produk-produk bersaing dan penemuan-penemuan ilmiah demi bisa eksisnya bangsa ini dari tantangan kapitalisme yang siap mencengkram ekonomipolitik negara. Padahal negara butuh devisa yang dihasilkan dari ekspor produk-produk unggulan tangan-tangan kreatif bangsa demi bisa membayar hutang yang berjumlah hampir 1300 trilyun. Padahal negara perlu keluar dari jeratan negara asing demi meningkatkan nilai tukar rupiah yang terpuruk akibat tidak adanya kecukupan devisa hasil eksport. Padahal sumberdaya alam andalan makin tipis, minyak makin terkuras, hutan makin rata, binatang punah, emas timah tembaga menipis. Dan negara butuh lampu aladin plus kemurahhatian investor asing untuk bersedia membawa devisa dan menanam modal dinegeri 1001 problema ini.


6. Kurangnya Penempaan Fisikalist

Ini juga termasuk satu kekeliruan fatal dari dunia pendidikan kita dimana anak didik tidak diberi program pelatihan, penempaan dan pembinaan fisik. Dan malahan sistem yang ditegakkan adalah sistem duduk selama 4-5 jam sehari dengan mata anak didik diarahkan kepapan tulis. Dan kegiatan tulis, menulis serta hitungan-hitungan digiatkan dengan harapan akan muncul manusia-manusia bergiat dan pekerja keras. Bagaimana bisa diciptakan generasi pekerja keras dan gesit jika hanya didudukkan dan dilem pantatnya dikursi sekolah, bagaimana bisa diharapkan akan lahir pekerja-pekerja trampil jika hanya dilatih duduk dibelakang meja selama 4-5 jam dalam ruangan kelas. Bagaimana bisa dihasilkan pelajar-pelajar rajin bersemangat jika diminta hanya duduk, dengar ceramah guru, catat dan dikte, hitung angka dan pulang. Bagaimana bisa dihasilkan pekerja-pekerja tangguh siap ekspor ketrampilan tinggi jika yang dihasilkan adalah generasi bermental meja, Berjiwa kursi dan berpola duduk.

Bagaimana bisa mencetak worldsports champions, jika fisiknya, tulang belulangnya, ototnya dan jiwanya hanya dilatih duduk, duduk dan duduk dibelakang meja selama 4-5 jam sehari sambil mendengarkan ceramah gurunya yang membosankan. Maka dari itu, lulusan kita bermental kantoran dan birokrat serta bersedia membayar mahal atau sogok hanya untuk mendapatkan sebuah kursi kerja kantoran dengan harapan mendapat gaji bulanan dan uang pensiun. kenapa?Karena hanya disuruh duduk, duduk, dan duduk sambil mencatat dan menulis. Hasilnya adalah pengangguran ketika mereka tidak memperoleh meja kerja kantoran